Al-hamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Shalawat dan
salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya.
Bulan Ramadhan adalah bulan Ibadah, bulan berbuat
baik, bulan kebaikan, bulan simpati, bulan pembebasan dari neraka, bulan
kemenangan atas nafsu, dan kemenangan. Pada bulan tersebut, Allah melimpahkan
banyak kerunia kepada hamba-hamba-Nya dengan dilipatgandakan pahala dan diberi
jaminan ampunan dosa bagi siapa yang bisa memanfaatkannya dengan semestinya.
Berikut ini beberapa amal-amal utama yang sangat ditekankan pada bulan
Ramadhan.
1. Shiyam/Puasa
Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ
"Setiap amalan anak Adam akan dilipatgandakan
pahalanya, satu kebaikan akan berlipat menjadi 10 kebaikan sampai 700 kali
lipat. Allah 'Azza wa Jalla berfirman, ‘Kecuali puasa, sungguh dia
bagianku dan Aku sendiri yang akan membalasnya, karena (orang yang berpuasa)
dia telah meninggalkan syahwatnyadan makannya karena Aku’. Bagi orang yang
berpuasa mendapat dua kegembiraan; gembira ketika berbuka puasa dan gembria
ketika berjumpa Tuhannya dengan puasanya. Dan sesungguhnya bau tidak sedap
mulutnya lebih wangi di sisi Allah dari pada bau minyak kesturi.” (HR. Bukhari
dan Muslim, lafadz milik Muslim)
Dari Abu
Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam
bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
"Siapa berpuasa Ramadhan imanan wa
ihtisaban (dengan keimanan dan mengharap pahala), diampuni dosa-dosanya
yang telah lalu." (HR. Bukhari dan Muslim)
Tidak diragukan lagi, pahala yang besar ini tidak
diberikan kepada orang yang sebatas meninggalkan makan dan minum semata. Ini
sesuai dengan sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam,
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
"Barang siapa yang tidak meninggalkan
perkataan dusta dan perbuatannya, maka Allah tidak butuh dengan ia meninggalkan
makan dan minumnya." (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah Radhiyallahu
'Anhu) ini merupakan kiasan bahwa Allah tidak menerima puasa tersebut.
Dalam sabdanya yang lain, "Jika pada hari
salah seorang kalian berpuasa, maka janganlah ia mengucapkan kata-kata kotor,
membaut kegaduhan, dan juga tidak melakukan perbuatan orang-orang bodoh. Dan
jika ada orang mencacinya atau mengajaknya berkelahi, maka hendaklah ia
mengatakan, 'Sesungguhnya aku sedang berpuasa'." (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka jika Anda berpuasa, maka puasakan juga
pendengaran, penglihatan, lisan, dan seluruh anggota tubuh. Jangan jadikan sama
antara hari saat berpuasa dan tidak.
2. Al-Qiyam/shalat malam/Tarawih
Nabi Shallallahu
'Alaihi Wasallam bersabda,
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
"Barangsiapa yang menunaikan shalat malam di
bulan Ramadan dengan keimanan dan mengharap pahala, diampuni dosa-dosanya yang
telah lalu." (HR. Bukhari dan Muslim)
Allah
Ta'ala berfirman,
وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا وَالَّذِينَ يَبِيتُونَ لِرَبِّهِمْ سُجَّدًا وَقِيَامًا
"Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang
itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan
apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang
baik. Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan
mereka." (QS. Al-Furqan: 63-64)
Qiyamul lail sudah menjadi rutinitas Nabi Shallallahu
'Alaihi Wasallam dan para sahabatnya. 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha berkata,
"Jangan tinggalkan shalat malam, karena sesungguhnya Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam tidak pernah meninggalkannya. Apabila beliau sakit atau
melemah maka beliau shalat dengan duduk." (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Umar bin Khathab Radhiyallahu 'Anhu biasa
melaksanakan shalat malam sebanyak yang Allah kehendaki sehingga apabila sudah
masuk pertengahan malam, beliau bangunkan keluarganya untuk shalat, kemudian
berkata kepada mereka, "al-shalah, al-Shalah." Lalu beliau membaca:
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى
"Dan perintahkanlah kepada keluargamu
mendirikan salat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta
rezeki kepadamu, Kami lah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik)
itu adalah bagi orang yang bertakwa." (QS. Thaahaa: 132)
Dan Umar bin Khathab juga biasa membaca ayat
berikut:
أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ
"(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih
beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan
berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat
Tuhannya?" (QS. Al-Zumar: 9)
Ibnu Umar Radhiyallahu 'Anhuma berkata,
"Luar biasa Utsman bin Affan Radhiyallahu 'Anhu" Ibnu Abi
Hatim berkata, "Sesungguhnya Ibnu Umar berkata seperti itu karena
banyaknya shalat malam dan membaca Al-Qur'an yang dikerjakan amirul Mukminin
Utsman bin Affan Radhiyallahu 'Anhu sehingga beliau membaca Al-Qur'an
dalam satu raka'at."
Dan bagi siapa yang melaksanakan shalat Tarawih
hendaknya mengerjakannya bersama jama'ah sehingga akan dicatat dalam golongan qaimin,
karena Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah bersabda, "Siapa
yang shalat bersama imamnya sehingga selesai, maka dicatat baginya shalat
sepanjang malam." (HR. Ahlus Sunan)
3. Shadaqah
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam
adalah manusia paling dermawan. Dan beliau lebih demawan ketika di bulan
Ramadhan. Beliau menjadi lebih pemurah dengan kebaikan daripada angin yang
berhembus dengan lembut. Beliau bersabda, "Shadaqah yang paling utama
adalah shadaqah pada bulan Ramadhan." (HR. al-Tirmidzi dari Anas)
Sesungguhnya shadaqah di bulan Ramadhan memiliki
keistimewaan dan kelebihan, maka bersegeralah dan semangat dalam menunaikannya
sesuai kemampuan. Dan di antara bentuk shadaqah di bulan ini adalah:
a. memberi makan
Allah menerangkan tentang keutamaan memberi makan
orang miskin dan kurang mampu yang membutuhkan, dan balasan yang akan didapatkan
dalam firman-Nya:
وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَى حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنْكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا إِنَّا نَخَافُ مِنْ رَبِّنَا يَوْمًا عَبُوسًا قَمْطَرِيرًا فَوَقَاهُمُ اللَّهُ شَرَّ ذَلِكَ الْيَوْمِ وَلَقَّاهُمْ نَضْرَةً وَسُرُورًا وَجَزَاهُمْ بِمَا صَبَرُوا جَنَّةً وَحَرِيرًا
"Dan mereka memberikan makanan yang
disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya
Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridaan Allah, kami
tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.
Sesungguhnya Kami takut akan (azab) Tuhan kami pada suatu hari yang (di hari
itu) orang-orang bermuka masam penuh kesulitan. Maka Tuhan memelihara mereka
dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka kejernihan (wajah) dan
kegembiraan hati. Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabaran mereka
(dengan) surga dan (pakaian) sutera." (QS. Al-Nsan: 8-12)
Para
ulama salaf sangat memperhatikan memberi makan dan mendahulukannya atas banyak
macam ibadah, baik dengan mengeyangkan orang lapar atau memberi makan saudara
muslim yang shalih. Dan tidak disyaratkan dalam memberi makan ini kepada orang
yang fakir. Rasullullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
"Wahai manusia, tebarkan salam, berilah makan, sambunglah silaturahim, dan
shalatlah malam di saat manusia tidur, niscaya engkau akan masuk surga dengan
selamat." (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Al-Albani)
Sebagian ulama salaf ada yang mengatakan, "Aku
mengundang sepuluh sahabatku lalu aku beri mereka makan dengan makanan yang
mereka suka itu lebih aku senangi dari pada membebaskan sepuluh budak dari
keturunan Islmail."
Ada beberapa ulama yang memberi makan orang lain
padahal mereka sedang berpuasa, seperti Abdullan bin Umar, Dawud al-Tha'i,
Malik bin Dinar, dan Ahmad bin Hambal Radhiyallahu 'Anhum. Dan adalah
Ibnu Umar, tidaklah berbuka kecuali dengan anak-anak yatim dan orang-orang
miskin.
Ada juga sebagian ulama salaf lain yang memberi
makan saudara-saudaranya sementara ia berpuasa, tapi ia tetap membantu mereka
dan melayani mereka, di antaranya adalah al-Hasan al-Bashri dan Abdullah bin
Mubarak.
Abu al-Saur al-Adawi berkata: Beberapa orang dari
Bani Adi shalat di masjid ini. Tidaklah salah seorang mereka makan satu
makananpun dengan sendirian. Jika ia dapatkan orang yang makan bersamanya maka
ia makan, dan jika tidak, maka ia keluarkan makanannya ke masjid dan ia
memakannya bersama orang-orang dan mereka makan bersamanya.
b.
Memberi hidangan berbukan bagi orang puasa
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam
bersabda, "Siapa yang memberi berbuka orang puasa, baginya pahala seperti
pahala orang berpuasa tadi tanpa dikurangi dari pahalanya sedikitpun."
(HR. Ahmad, Nasai, dan dishahihkan al-Albani)
Dan dalam hadits Salman Radhiyallahu 'Anhu,
"Siapa yang memberi makan orang puasa di dalam bulan Ramadhan, maka
diampuni dosanya, dibebaskan dari neraka, dan baginya pahala seperti pahala
orang berpuasa tadi tanpa dikurangi sedikitpun dari pahalanya."
4. Bersungguh-sungguh dalam membaca
Al-Qur'an
Ramadhan adalah bulan yang penuh dengan keutamaan
dan keistimewaan. Salah satunya dengan Al-Qur'an. Karena pada bulan tersebut,
kitab suci umat Islam diturunkan. Kitab yang mengandung hidayah untuk kebaikan
agama dan dunia mereka. Kitab yang menjelasakan kebenaran dengan sangat terang.
Kitab yang menjadi furqan (pembeda) antara hak dan batil, petunjuk dan kesesatan,
orang beruntung dan orang celaka.
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
"Bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya
diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan
mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil)."
(QS. Al-Baqarah: 185)
Kita juga bisa lihat puasa Nabi Shallallahu
'Alaihi Wasallam diiringi dengan qira'ah Al-Qur'an dan mentadabburinya.
Jibril 'alaihis salam selalu datang kepada beliau Shallallahu 'Alaihi
Wasallam setiap bulan Ramadhan untuk memperdengarkan bacaan Al-Qur'annya.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'Anhuma, ia berkata: Adalah
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam orang yang paling pemurah dalam
kebaikan. Beliau akan semakin dermawan pada Ramadhan saat Jibril mendatanginya
dan mengkaji Al-Qur'an dengannya. Adalah Jibril mendatanginya setiap malam dari
malam-malam bulan Ramadhan dan memperdengarkan Al-Qur'an darinya. Maka pada
saat ditemui Jibril itu Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menjadi
lebih pemurah dengan kebaikan daripada angin yang berhembus dengan
lembut." (HR. Bukhari dan Muslim)
Ibnu Rajab berkata, "Hadits tersebut
menunjukkan sunnahnya mengkaji Al-Qur'an pada bulan Ramadhan, berkumpul untuk
mengkajinya. Di dalamnya juga terdapat dalil anjuran memperbanyak tilawah
Al-Qur'an pada malam Ramadhan, karena pada malam hari kesibukan telah habis,
tekad menguat, sementara hati dan lisan bersatu untuk merenungkan, sebagaimana
firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,
إِنَّ نَاشِئَةَ اللَّيْلِ هِيَ أَشَدُّ وَطْئًا وَأَقْوَمُ قِيلًا
"Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah
lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan."
(QS. Al-Muzzammil: 6)
Para ulama kita terdahulu juga telah memberi teladan
dalam hal ini. Mereka sangat memperhatikan kitabullah di Ramadhan. Misalnya
Utsman bin Affan radliyallah 'anhu, pada bulan Ramadlan menghatamkan
Al-Qur'an sehari sekali. Sebagian ulama salaf yang lain menghatamkannya pada
shalat malam/qiyam Ramadhan setiap tiga hari sekali. Sebagian lain
menghatamkannya semingu sekali. Dan yang lainnya sepuluh hari sekali. Mereka
membaca Al-Qur'an dalam shalat dan di luar shalat.
Imam Nawawi rahimahullah berkata,
"Adapun yang menghatamkan Al-Qur'an dalam satu raka'at, maka tidak dapat
dihitung karena banyaknya. Di antara ulama terdahulu: Utsman bin 'Affan, Tamim
al-Daari, Sa'id bin Jubair Radhiyallahu 'Anhu, beliau menghatamkan dalam
satu raka'at di dalam Ka'bah."
Ibnul Hakam berkata, "Adalah Malik -rahimahullah-,
apabila sudah masuk Ramadhan beliau lari dari membaca hadits dan berkumpul
bersama ulama."
Imam al-Syafi'i rahimahullah, pada bulan
Ramadhan menghatamkan Al-Qur'an sampai 60 kali dan itu di luar shalat. Imam
Qatadah rahimahullah senantiasa menghatamkan setiap tujuh hari sekali.
Pada bulan Ramadhan setiap tiga hari sekali. Dan pada sepuluh hari terakhir,
menghatamkannya setiap malam.
Imam al-Zuhri rahimahullah jika sudah
memasuki Ramadhan tidak lagi membaca hadits dan tidak hadir di majelis ilmu,
beliau hanya membaca Al-Qur'an dari mushaf. Beliau mengatakan saat sudah masuk
Ramadhan, "Sesungguhnya (pekerjaan itu) hanya membaca Al-Qur'an dan
memberi makan."
Abdurazaq berkata, "Sufyan ats-Tsauri jika
sudah masuk Ramadhan meninggalkan segala bentuk ibadah dan hanya membaca
Al-Qur'an"
Imam al-Dzahabi berkata, "Telah diriwayatkan
dari banyak jalur bahwa Abu Bakar bin 'Ayyasy tinggal selama empat puluh tahun
menghatamkan Al-Qur'an sekali dalam sehari semalam."
Ibnu Rajab rahimahullah berkata: "(Maksud)
adanya larangan membaca Al-Qur'an (menghatamkannya) kurang dari tiga hari yaitu
jika dirutinkan tiap hari. Namun, jika di kesempatan yang utama seperti bulan
Ramadhan dan tempat yang mulia seperti di Makkah bagi penduduk luar makkah,
dianjurkan memperbanyak tilawah Al-Qur'an di sana, untuk menghargai kemuliaan
tempat dan waktu tersebut. Ini adalah pendapat imam Ahmad, Ishaq, dan imam-imam
lainya. Hal ini didukung dengan amalan selain mereka."
Menangis ketika membaca
al-Qur'an
Kebiasaan para ulama terdahulu, mereka tidak
membaca Al-Qur'an sebagaimana membaca sair, yaitu tanpa diresapi dan difahami.
Mereka sangat terpengaruh dengan kalamullah dan hati mereka terenyuh. Dalam shahih
al-Bukhari, dari Abdullah bin Mas'ud radliyallah 'anhu berkata:
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Bacakan
untukku." Aku menjawab, "Apa aku pantas membacakan Al-Qur'an kepada
anda, sedangkan kepada andalah Al-Qur'an ini diturunkan?". Beliau
bersabda, "Sungguh aku senang mendengarkan Al-Qur;an dari selainku." Dia
berkata, "Aku membaca surah al-Nisa' sehingga ketika aku sampai:
فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَى هَؤُلَاءِ شَهِيدًا
"Maka bagaimanakah (halnya orang kafir
nanti), apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat
dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai
umatmu)." (QS. An-Nisa': 41). Beliau bersabda: "cukup!".
Lalu beliau berbalik, tiba-tiba kedua matanya sudah basah.
Al-Baihaqi meriwayatkan dari Abu Hurairah radliyallah
'anhu berkata: ketika diturunkan
أَفَمِنْ هَذَا الْحَدِيثِ تَعْجَبُونَ وَتَضْحَكُونَ وَلَا تَبْكُونَ
"Maka apakah kamu merasa heran terhadap
pemberitaan ini? Dan kamu mentertawakan dan tidak menangis?" (QS.
An-Najm: 59-60) Ahlu shuffah menangis sehingga air mata mereka mengalir di
pipi-pipi mereka. Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
mendengar tangisan mereka, beliau menangis bersama mereka dan kamipun menangis
karena tangisan beliau. Lalu beliau bersabda, "Tidak akan tersentuh api
neraka orang yang menangis karena takut kepada Allah."
Ibnu Umar radliyallah 'anhu pernah membaca
surat al-Muthaffifin, ketika sampai:
يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ
"(yaitu) hari (ketika) manusia berdiri
menghadap Tuhan semesta alam?" beliau menangis hingga pingsan, dan
tidak kuasa melanjutkannya.
Dari Muzahim bin Zufar berkata: "sufyan
ats-Tsauri shalat Maghrib bersama kami, ketika bacaan beliau sampai
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِين
"Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan
hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan." (QS. Al-Fatihah: 5)
lalu beliau menangis hingga terputus bacaan beliau kemudian mengulanginya lagi
dari al-hamdu.
Dari Ibrahim bin al-Asy'asy berkata, "Aku
mendengar Fudhail pada satu malam berkata saat ia membaca surat Muhammad, dia
dalam keadaan menangis dan bertambah tangisannya saat sampai pada ayat,
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتَّى نَعْلَمَ الْمُجَاهِدِينَ مِنْكُمْ وَالصَّابِرِينَ وَنَبْلُوَ أَخْبَارَكُمْ
"Dan sesungguhnya Kami benar-benar
akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar
di antara kamu; dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu."
(QS. Muhammad: 31)
Beliau berkata, "dan agar Kami menyatakan
(baik buruknya) hal ihwalmu." Dia mengulanginya dan "(ia berkata)
Engkau memberi tahu tentang hal ihwal kami, jika Engkau membuka hal ihwal kami
berarti Engkau memperlihatkan kesalahan-kesalahan kami dan menyingkap
penutup-penutup kami. Jika Engkau menyatakan hal ihwal kami pastinya Engkau
membinasakan kami dan menyiksa kami." Dan beliau (Fudhail) menangis."
5. Duduk di masjid sampai
matahari terbit
Adalah
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, apabila shalat Shubuh beliau
duduk di tempat shalatnya hinga matahari terbit (HR. Muslim). Imam al-Tirmidzi
meriwayatkan dari Anas, dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam,
beliau bersabda,
مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِي جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ
"Siapa
shalat Shubuh dengan berjama'ah, lalu duduk berdzikir kepada Allah hingga
matahari terbit, lalu shalat dua raka'at, maka baginya seperti pahala haji dan
umrah sempurna, sempurna , sempurna." (Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)
Keutamaan
ini berlaku pada semua hari, lalu bagaimana kalau itu dikerjakan di bulan
Ramadhan? Maka selayaknya kita bersemangat menggapainya dengan tidur di malam
hari, meneladani orang-orang shalih yang bangun di akhirnya, dan menundukkan
nafsu untuk tunduk kepada Allah dan bersemangat untuk menggapai derajat tinggi
di surga.
6. I'tikaf
Adalah
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam senantiasa beri'tikaf pada bulan
Ramadhan selama 10 hari. Dan pada tahun akan diwafatkannya, beliau beri'tikaf
selama 20 hari (HR. Bukhari dan Muslim). I'tikaf merupakan ibadah yang
berkumpul padanya bermacam-macam ketaatan; berupa tilawah, shalat, dzikir, doa
dan lainnya. Bagi orang yang belum pernah melaksanakannya, i'tikaf dirasa
sangat berat. Namun, pastinya ia akan mudah bagi siapa yang Allah mudahkan.
Maka siapa yang berangkat dengan niat yang benar dan tekad kuat pasti Allah
akan menolong. Dianjrukan i'tikaf di sepuluh hari terakhir adalah untuk
mendapatkan Lailatul Qadar. I'tikaf merupakan kegiatan menyendiri yang
disyariatkan, karena seorang mu'takif (orang yang beri'tikaf) mengurung dirinya
untuk taat kepada Allah dan mengingat-Nya, memutus diri dari segala kesibukan
yang bisa mengganggu darinya, ia mengurung hati dan jiwanya untuk Allah dan
melaksanakan apa saja yang bisa mendekatkan kepada-Nya. Maka bagi orang
beri'tikaf, tidak ada yang dia inginkan kecuali Allah dan mendapat ridha-Nya.
7. Umrah pada bulan
Ramadhan
Telah
diriwayatkan dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, beliau bersabda,
عُمْرَةً فِي رَمَضَانَ حَجَّةٌ
"Umrah
pada bulan Ramadhan menyerupai haji." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
dalam riwayat lain, "seperti haji bersamaku." Sebuah kabar gembira
untuk mendapatkan pahala haji bersama Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam.
8. Menghidupkan
Lailatul Qadar
Allah Ta'ala berfirman,
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ
"Sesungguhnya
Kami telah menurunkannya (Al Qur'an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu
apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan."
(QS. Al-Qadar: 1-3)
Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
وَمَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
"Dan
siapa shalat pada Lailatul Qadar didasari imandan mengharap pahala, diampuni
dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Bukhari dan Muslim)
Adalah
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam berusaha mencari Lailatul Qadar dan
memerintahkan para sahabatnya untuk mencarinya. Beliau juga membangunkan
keluarganya pada malam sepuluh hari terakhir dengan harapan mendapatkan
Lailatul Qadar. Dalam Musnad Ahmad, dari Ubadah secara marfu', "Siapa yang
shalat untuk mencari Lailatul Qadar, lalu ia mendapatkannya, maka diampuni
dosa-dosa-nya yang telah lalu dan akan datang." (Di dalam Sunan Nasai juga
terdapat riwayat serupa, yang dikomentari oleh Al-hafidz Ibnul Hajar: isnadnya
sesuai dengan syarat Muslim)Lailatul Qadar berada di sepuluh hari terakhir
Ramadhan, tepatnya pada malam-malam ganjilnya. Dan malam yang paling diharapkan
adalah malam ke 27-nya, sebagaimana yang diriwayatkan Muslim. . .
Terdapat
beberapa keterangan, sebagian ulama salaf dari kalangan sahabat tabi'in, mereka
mandi dan memakai wewangian pada malam sepuluh hari terakhir untuk mencari
Lailatul Qadar yang telah Allah muliakan dan tinggikan kedudukannya. Wahai
orang-orang yang telah menyia-nyiakan umurnya untuk sesuatu yang tak berguna,
kejarlah yang luput darimu pada malam kemuliaan ini. Sesungghnya satu amal
shalih yang dikerjakan di dalamnya adalah nilainya lebih baik daripada amal
yang dikerjakan selama seribu bulan di luar yang bukan Lailatul Qadar. Maka
siapa yang diharamkan mendapatkan kebaikan di dalamnya, sungguh dia orang yang
jauhkan dari kebaikan.
Lailatul
Qadar berada di sepuluh hari terakhir Ramadhan, tepatnya pada malam-malam
ganjilnya. Dan malam yang paling diharapkan adalah malam ke 27-nya, sebagaimana
yang diriwayatkan Muslim, dari Ubai bin Ka'ab Radhiyallahu 'Anhu,
"Demi Allah, sungguh aku tahu malam keberapa itu, dia itu malam yang
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam memerintahkan kami untuk shalat,
yaitu malam ke-27." Dan Ubai bersumpah atas itu dengan mengatakan,
"Dengan tanda dan petunjuk yang telah dikabarkan oleh Ramadhan Shallallahu
'Alaihi Wasallam kepada kami, matahari terbit di pagi harinya dengan tanpa
sinar yang terik/silau."
Dari
'Aisyah, ia berkata: Wahai Rasulullah, jika aku mendapatkan Lailatul Qadar, apa
yang harus aku baca? Beliau menjawab, "Ucapkan:
اللَّهُمَّ إنَّك عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
"Ya Allah,
sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, menyukai pemberian maaf maka ampunilah
aku." (HR. Ahmad dan al-Tirmidzi, dishahihkan Al-Albani)
9. Memperbanyak dzikir,
doa dan istighfar
Sesungguhnya
malam dan siang Ramadhan adalah waktu-waktu yang mulia dan utama, maka
manfaatkanlah dengan memperbanyak dzikir dan doa, khususnya pada waktu-waktu
istijabah, di antaranya:
- Saat berbuka, karena
seorang yang berpuasa saat ia berbuka memiliki doa yang tak ditolak
- Saat berbuka, karena
seorang yang berpuasa saat ia berbuka memiliki doa yang tak ditolak.
- Sepertiga malam
terkahir saat Allah turun ke langit dunia dan berfirman, "Adakah orang
yang meminta, pasti aku beri. Adakah orang beristighfar, pasti Aku ampuni
dia."
- Beristighfar di waktu
sahur, seperti yang Allah firmankan, "Dan di akhir-akhir malam mereka
memohon ampun (kepada Allah)." (QS. Al-Dzaariyat: 18)
Penutup
Penutup
Sesungguhnya
berpuasa tidak hanya sebatas meninggalkan makan, minum, dan hubungan suami
istri, tapi juga mengisi hari-hari dan malamnya dengan amal shalih. Ini sebagai
bentuk pembenaran akan janji Allah adanya pahala yang berlipat. Sekaligus juga
sebagai pemuliaan atas bulan yang penuh barakah dan rahmat.
#Sumber;...(PurWD/voa-islam.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar